Monday 14 November 2011

ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQH


1.      Aliran Mutakallimin
Mutakallimin. Dalam aliran atau Tariqah ini, mereka mempelajari ilmu usūl fiqh sebagai suatu disiplin ilmu yang terlepas dari pengaruh madzhab atau furu’ faktornya karena:
  • Imam Shafi’i sendiri yang menetapkan bahwa dasar-dasar tashri’ itu memang terlepas dari pengaruh furu’.
  •  Mereka berkeinginan untuk mewujudkan pembentukan kaidah-kaidah atas dasar-dasar yang kuat, tanpa terikat dengan furu’ atau madzhab.
  • Mereka membuat penguat kaidah-kaidah dengan menggunakan berbagai macam dalil, tanpa menghiraukan apakah kaidah tersebut memperkuat madzhab atau melemahkannya.
Aliran mutakallimin mengembangkan gagasan-gagasan yang telah ada dalam kitab al-Risalah karya al-Syafi’i dengan berbagai penjelasan dan materi tambahan. Aliran ini banyak diikuti oleh para ulama dan menjadi aliran utama dalam ushul fiqh, serta bersifat lintas madzhab.
a.      Karya-karya aliran syafi’iyah.
Semua pemikirannya itu dapat dilihat dari hasil karya dalam bentuk tiga kitab, yang kemudian dikenal dengan sebutan al-arkan al-thalathah, yaitu sebagai berikut:
  1. Kitab al-Mu’tamad, karya Abu Husain Muhammad Ibnu ‘Ali al-Bashriy (wafat 412 H).
  2.  Kitab al-Burhan, karya al-Imam al- Haramain (wafat 474 H).
  3. Kitab al-Mustashfa min ‘Ilm al-Usūl, karya al-Ghazali (wafat 500 H).
  4. al-Luma’ karya al-Syirazi
  5. al-Waraqat karya al-Juwayni
  6. al-Mahsul karya Fakhruddin al-Razi, al-Burhan dan,
  7.  al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam karya al-Amidi,
  8.  Minhaj al-Wushul ila Ilm a’-Ushul karya al-Baidlawi dan sebagainya.
Setelah ketiga kitab ini, muncul kitab usūl fiqh yang sifatnya hanya meringkas kitab-kitab kelompok Shafi’iyyah sebelumnya, yaitu, kitab al- Mahsul, karya Fakhruddin al-Razi, ringkasan dari kitab al-mu’tamad, al-Burhan dan al-Mustashfa.[13]
Sebutan mutakallimin adalah sesuai dengan karakteristik penulisannya. Kaum mutakallimin adalah orang-orang yang banyak bergulat dengan pembahasan teologis dan banyak memanfaatkan pemikiran deduktif, termasuk logika Yunani. Orang-orang seperti Qadli Abdul Jabbar adalah seorang teolog Mu’tazilah. Imam Abu al-Husayn al-Bashri pun termasuk dalam aliran Mu’tazilah. Sementara itu, Imam Abu Bakar al-Baqillani, yang menulis buku al-Taqrib wa al-Irsyad dan diringkas oleh Imam al-Juwayni, dipandang sebagai Syaikh al-Ushuliyyin. Imam al-Juwayni sendiri, Imam al-Ghazali, dan Fakhruddin al-Razi adalah di antara tokoh-tokoh besar Asy’ariyyah penulis ushul fiqh. Ada pula penulis yang tidak menunjukkan kejelasan afiliasi teologis, tetapi menulis dengan pola mutakallimin, seperti Imam Abu Ishaq al-Syirazi.[14]
b.      Ciri-ciri aliran mutakallimun.
Ada beberapa ciri khas penulisan ushul fiqh aliran Mutakallimin, antara lain:
  1. Penggunaan deduksi di dalamnya. Ushul fiqh mutakallimin membahas kaidah-kaidah, baik disertai contoh maupun tidak. Kaidah-kaidah itulah yang menjadi pilar untuk pengambilan hukum. Jadi, kaidah dibuat dahulu sebelum digunakan dalam istimbath. Kaidah-kaidah tersebut utamanya berisi kaidah kebahasaan.
  2. Adanya pembahasan mengenai teori kalam dan teori pengetahuan, seperti terdapat dalam al-Luma karya al-Syirazi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Teori kalam yang sering dibahas adalah tentang tahsin dan taqbih. Sementara itu, dalam pembahasan mengenai teori pengetahuan tersebut, dimasukkan pengertian ilmu dan terkadang dimasukkan pula muqaddimah mantiqiyyah (pengantar logika), sebagaimana terdapat dalam al-Mustashfa karya al-Ghazali, Rawdlah al-Nadzir karya Ibnu Qudamah, dan Muntaha al-Wushul (al-Sul) karya Ibnu Hajib.
2.       Aliran Hanafiyah

Aliran atau Tariqah Hanafiyyah. Dalam aliran atau Tariqah ini, mereka membuat kaidah-kaidah atau teori-teori guna memelihara furu’ yang telah ditetapkan oleh para imam.[15]
 Semua pemikiran mereka itu, dapat dilihat dari hasil karya terbaik mereka dalam bentuk 4 (empat) kitab, yaitu: 1) Kitab Usūl al-Jassas (wafat 370 H). 2) Kitab Usūl al-Karakhiy (wafat 430 H). 3) Kitab Ta’shish al-Nadzar, karya al-Dabbusiy (wafat 430 H). 4) Kitab Usūl al- Bazdawiy (wafat 438 H).
Setelah penulisan keempat kitab tersebut, muncul kitab baru dalam bentuk Mukhtashar dan Mutawwal.[16]
Madzhab Hanafi adalah madzhab yang sejak semula memiliki pengembangan metodologis yang baik. Hal itu dibuktikan dengan pengaruh perkembangan ilmu qawaid fiqh di kalangan Syafi’iyyah yang dipengaruhi oleh qawaid fiqh Hanafi.[17] Karena itu, mereka mengembangkan sendiri model penulisan ushul fiqh yang khas madzhab Hanafi.
a.      Karya-karya aliran hanafiyah
Karya ushul fiqh di kalangan Hanafi cukup banyak dikenal dan dirujuk. Kitab-kitab ushul fiqh yang khas menunjukkan metode Hanafiyah antara lain:
  1. al-Fushul fi Ushul Fiqh karya Imam Abu Bakar al-Jashshash (Ushul al-Jashshash) sebagai pengantar Ahkam al-Quran.
  2. Taqwim al-Adillah karya Imam Abu Zayd al-Dabbusi
  3. Kanz al-Wushul ila Ma’rifat al-Ushul karya Fakhr al-Islam al-Bazdawi.
  4. Ushul Fiqh karya Imam al-Sarakhsi (Ushul al-Syarakhsi)
b.      Ciri-ciri aliran hanafiyah.
adapun Ciri khas penulisan madzhab Hanafi dalam mengarang kitab ushul adalah
  1. Persoalan-persoalan hukum yang furu yang dibahas oleh para imam mereka, lalu membuat kesimpulan metodologis berdasarkan pemecahan hukum furu tersebut. Jadi, kaidah-kaidah dibuat secara induktif dari kasus-kasus hukum.
  2. Kaidah-kaidah yang sudah dibuat bisa berubah dengan munculnya kasus-kasus hukum yang menuntut pemecahan hukum yang lain.
  3. Ushul fiqh Hanafi dipenuhi dengan persoalan hukum yang nyata.
3.  Aliran Gabungan
            Pada perkembangannya muncul trend untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran mutakallimin dan Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqh aliran gabungan adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqh. Persoalan hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang menjadi sandarannya.
a.      Karya karya aliran gabungan
            Karya-karya gabungan lahir dari kalangan Hanafi dan kemudian diikuti kalangan Syafi’iyyah.diantaranya adalah.
  1. Dari kalangan Hanafi lahir kitab Badi’ al-Nidzam al-jami‘ bayn Kitabay al-Bazdawi wa al-Ihkam yang merupakan gabungan antara kitab Ushul karya al-Bazdawi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Kitab tersebut ditulis oleh Mudzaffar al-Din Ahmad bin Ali al-Hanafi.
  2. Ada pula kitab Tanqih Ushul karya Shadr al-Syariah al-Hanafi. Kitab tersebut adalah ringkasan dari Kitab al-Mahshul karya Imam al-Razi, Muntaha al-Wushul (al-Sul) karya Imam Ibnu Hajib, dan Ushul al-Bazdawi. Kitab tersebut ia syarah sendiri dengan judul karya Shadr al-Syari’ah al-Hanafi.
  3. Kemudian lahir kitab Syarh al-Tawdlih karya Sa’d al-Din al-Taftazani al-Syafii dan Jam’ al-Jawami’ karya Taj al-Din al-Subki al-Syafi’i. 
Dengan demikian dapat diambil pemahaman bahwa perkembangan ilmu Usūl Fiqh di abad VII H masih berkisar pada meringkas dan mensyarahi kitab-kitab sebelum. Akan tetapi setelah memasuki abad XIV H, ilmu ini dapat dikembangkan dalam bentuk  baru dengan cara memperbandingkan antara Usūl fiqh madzhab yang telah berkembang dan kemudian disusunnya lebih sistimatis, sehingga mudah dipahami, seperti kitab yang dikarang oleh Abu Zahroh, Muhammad Khudlari Bek, Abdul Wahhab Khalaf dan lainnya.

No comments:

Post a Comment